Pentingnya Kepemimpinan Dan Kemampuan Manajerial dalam Proses Dakwah
Kepemimpinan sebagai konsep manajemen dakwah juga akan dikemukakan rumusannya meliputi kepemimpinan sebagai salah satu seni dalam berdakwah untuk menciptakan kesesuaian dalam mencari titik temu, kepemimpinan sebagai suatu bentuk persuasif dan inspirasi dalam berdakwah, kepemimpinan adalah kepribadian yang memiliki pengaruh, kepemimpinan adalah tindakan dan prilaku, kepemimpinan sebagai suatu bentuk persuasif dan inspirasi dalam berdakwah, kepemimpinan merupakan titik sentral proses kegiatan dakwah, kepemimpinan dakwah merupakan hubungan antara kekuatan dan kekuasaan, kepemimpinan sebagai suatu tujuan, kepemimpinan merupakan hasil dari interaksi, kepemimpinan adalah peranan yang dibedakan.
1. Kepemimpinan dan Kemampuan Manajerial
Secara etimologi kepemimpinan dapat diartikan sebagai berikut:
1. Dalam kamus bahasa Indonesia ditemukan arti harfiah, kepemimpinan dengan prihal memimpin.[1] ..
Ralph M. Stogdill menghimpum sebelas defenisi kepemimpinan, yaitu sebagai berikut:
1. Kepemimpinan sebagai pusat proses kelompok.
2. Kepemimpinan sebagai kepribadian yang berakibat.
3. Kepemimpinan sebagai seni menciptakan kesepakatan.
4. Kepemimpinan sebagai kemampuan mempengaruhi.
5. Kepemimpinan sebagai tindakan perilaku.
6. Kepemimpinan sebagai suatu bentuk bujukan.
7. Kepemimpinan sebagai suatu hubungan kekuasaan.
8. Kepemimpinan sebagai saranan pencapaian tujuan.
9. Kepemimpinan sebagai hasil interaksi.
10. Kepemimpinan sebagai pemisahan peranan.
11. Kepemimpinan sebagai awal struktur.[3]
James M. Black dalam Tjokroamidjojo, menyatakan bahwa kepemimpinan adalah kemampuan yang sanggup meyakinkan orang lain supaya bekerja sama di bawah pimpinannya sebagai suatu teori untuk mencapai atau melakukan suatu tujuan tertentu.[4]
Pendapat yang lain menyatakan bahwa kepemimpinan adalah sekumpulan dari serangkaian kemampuan sifat-sifat kepribadian, termasuk didalamnya kewibawaan untuk dijadikan sebagai sarana dalam rangka meyakinkan yang dipimpinnya agar mereka mau dan dapat melaksanakan tugas yang dibebankan kepadanya dengan suka rela, penuh semangat, ada kegembiraan batin serta mereka tidak terpaksa.[5]
Demikian juga Miftah Thoha, bahwa kepemimpinan adalah aktifitas untuk mempengaruhi perilaku orang lain agar mereka mau diarahkan.[6]
Sejalan dengan hal tersebut, keberhasilan seorang pemimpin dalam melaksanakan tugas kepemimpinannya, lebih banyak ditentukan oleh kemampuan dan keahliannya dalam menggerakkan orang lain, inilah yang disebut dengan manajerial skill.[7]
Manajemen merupakan sebuah kegiatan; pelaksanaannya disebut manajing dan orang yang melaksanakannya disebut manajir. Individu yang menjadi manajer menangani tugas-tugas baru yang seluruhnya bersifat, ”manajerial”. Yang penting diantaranya ialah menghentikan kecenderungan untuk melaksanakan segala sesuatunya seorang diri saja. Tugas-tugas operasional dilaksanakan melalui upaya-upaya kelompok anggotanya
Bertitik tolak pada pandangan tersebut, maka tuntutan logisnya adalah penting adanya usaha berencana dan terkoordinir untuk meningkatkan kemampuan manajemen atau lebih umum dikenal dengan kemampuan manajerial.
Demi kelancaran pimpinan dalam menjalankan tugas pokok, maka dibutuhkan keterampilan pemimpin (skills):
1. Keterampilan konseptual (conceptual skills = C), yaitu kemampuan mental pimpinan yang mengkordinasikan kepentingan dan kegiatan menuju tercapainya tujuan organisasi secara keseluruhan.
2. Keterampilan manusiawi (human skills = H), yakni kemampuan pimpinan untuk memahami, mengadakan kerja sama mencapaian tujuan organisasi.
3. Keterampilan teknis (technical skills = T), yaitu kemampuan pimpinan untuk menggunakan peralatan, melakukan kegiatan sesuai dengan prosedurnya, dan penguasaan secara teknis di bidang yang dipimpinnya.
4. Keterampilan bersikap bijak (political skills = P), dalam arti kemampuan pimpinan untuk menempatkan diri pada jabatannya, kebijakan dalam menggunakan kewenangannya, dan dalam mengadakan hubungan yang baik.[8]
Walaupun jenis-jenis keterampilan tersebut, diperlukan oleh setiap pimpinan pada berbagai tingkatan dan jenjang dalam menciptakan manajemen yang efektif, tetapi kuantitas dan kualitas pentingnya setiap jenis keterampilan lebih banyak ditentukan oleh jenjang dan tingkatan jabatan dalam organisasi.
Dengan demikian, tingkat keterampilan (skill) yang dimiliki, tidak selalu sama antara pimpinan pada tingkat manajemen yang satu dengan keterampilan yang dimiliki pimpinan pada tingkat manajemen yang lain.
Demikian halnya Siagian, mengemukakan bahwa manajerial skill adalah keahlian menggerakkan orang lain untuk bekerja dengan baik. Jadi Kemampuan manajerial untuk menggerakkan orang lain dengan memanfaatkan sumber-sumber daya yang ada dalam pencapaian tujuan organisasi secara efektif.[9]
Berdasarkan makna tentang kepemimpinan, maka dapat dirumuskan tugas-tugas seorang pemimpin adalah sebagai berikut:
1. Mempelopori dan bertanggungjawab atas segala kepemimpinannya.
Pengertian kepeloporan dan rasa tanggung jawab menunjukkan suatu sikap, bahwa seorang pemimpin bertugas memimpin segala aktivitas dengan penuh rasa tanggungjawab terhadap kepemimpinannya. Sebab, pada pundak pemimpinlah adanya masa depan anggotanya dan secara tidak langsung juga membawa kemajuan organisasi atau lembaga kelompok.
2. Merencanakan segala kegiatan.
Prencanaan suatu kegiatan merupakan langkah menuju tersusunnya suatu program. Seorang pemimpin harus memiliki suatu perencanaan yang matang tentang program yang akan dilaksanakan. Perencanaan program erat kaitannya dengan kemampuan untuk melahirkan suatu gagasan tentang program. Sedangkan perencanaan merupakan upaya operasionalisasi program atau dalam wujud urutan kerja secara tertib.
3. Kondisi program.
Seorang pemimpin harus mampu menyusun program kerja yang sesuai dengan tujuan dari kelompok kerja organisasi yang dipimpin. Penyusunan program merupakan suatu rangkaian kegiatan yang akan dilaksanakan sesuai waktu yang direncakan. Kemampuan pemimpin dalam menyusun program kerja akan mengarah kepada suksesnya pekerjaan dengan hasil yang maksimal.
4. Evaluasi (penilaian) kerja.
Untuk mengetahui tingkat keberhasilan dari proses kepemimpinan seorang pemimpin, maka ia harus mampu mengadakan evaluasi (penilaian) dari seluruh rangkaian kegiatan yang telah dicanangkan.
Penilaian seluruh program dilaksanakan agar tujuan kelompok atau organisasi itu dapat meningkat menuju kemajuan seluruh anggotanya.
5. Membuat suatu kerja lanjutan.
Membuat kerja lanjutan dimaksudkan sebagai proses peningkatan program menuju kemajuan program yang pada akhirnya akan mencapai mutu atau kualitas kerja termasuk anggotanya. Seorang pemimpin harus mampu merencanakan dan menyusun kegiatan yang telah dilakukannya.
1. Dalam kamus bahasa Indonesia ditemukan arti harfiah, kepemimpinan dengan prihal memimpin.[1] ..
2. Berasal dari kata dasar “pimpin” ‘(dalam bahasa Inggris lead) berarti bimbing atau tuntun. Dengan demikian didalamnya ada dua pihak yaitu yang dipimpin (umat) dan yang memimpin (imam).
3. Setelah ditambah awalan “pe” menjadi pemimpin (dalam bahasa Inggris leader) berarti orang yang mempengaruhi pihak orang lain melalui proses kewibawaan komunikasi sehingga orang lain tersebut bertindak untuk mencapai tujuan tertentu.
4. Apabila ditambah akhiran “an” menjadi pimpinan artinya orang mengepalai. Antara pemimpin dengan pimpinan dapat dibedakan, yaitu pimpinan (kepala) cenderung lebih sentralistis, sedangkan pemimpin cenderung lebih demokratis.
5. Setelah dilengkapi dengn awalan “ke” menjadi kepemimpinan (dalam bahasa Inggris leadership) berarti kemampuan dan kepribadian seseorang dalam mempengaruhi serta membujuk pihak lain agar melakukan tindakan pencapaian tujuan bersama, sehingga dengan demikian yang bersangkutan menjadi awal struktur dan pusat proses kelompok.[2]
Ralph M. Stogdill menghimpum sebelas defenisi kepemimpinan, yaitu sebagai berikut: 1. Kepemimpinan sebagai pusat proses kelompok.
2. Kepemimpinan sebagai kepribadian yang berakibat.
3. Kepemimpinan sebagai seni menciptakan kesepakatan.
4. Kepemimpinan sebagai kemampuan mempengaruhi.
5. Kepemimpinan sebagai tindakan perilaku.
6. Kepemimpinan sebagai suatu bentuk bujukan.
7. Kepemimpinan sebagai suatu hubungan kekuasaan.
8. Kepemimpinan sebagai saranan pencapaian tujuan.
9. Kepemimpinan sebagai hasil interaksi.
10. Kepemimpinan sebagai pemisahan peranan.
11. Kepemimpinan sebagai awal struktur.[3]
James M. Black dalam Tjokroamidjojo, menyatakan bahwa kepemimpinan adalah kemampuan yang sanggup meyakinkan orang lain supaya bekerja sama di bawah pimpinannya sebagai suatu teori untuk mencapai atau melakukan suatu tujuan tertentu.[4]
Pendapat yang lain menyatakan bahwa kepemimpinan adalah sekumpulan dari serangkaian kemampuan sifat-sifat kepribadian, termasuk didalamnya kewibawaan untuk dijadikan sebagai sarana dalam rangka meyakinkan yang dipimpinnya agar mereka mau dan dapat melaksanakan tugas yang dibebankan kepadanya dengan suka rela, penuh semangat, ada kegembiraan batin serta mereka tidak terpaksa.[5]
Demikian juga Miftah Thoha, bahwa kepemimpinan adalah aktifitas untuk mempengaruhi perilaku orang lain agar mereka mau diarahkan.[6]
Sejalan dengan hal tersebut, keberhasilan seorang pemimpin dalam melaksanakan tugas kepemimpinannya, lebih banyak ditentukan oleh kemampuan dan keahliannya dalam menggerakkan orang lain, inilah yang disebut dengan manajerial skill.[7]
Manajemen merupakan sebuah kegiatan; pelaksanaannya disebut manajing dan orang yang melaksanakannya disebut manajir. Individu yang menjadi manajer menangani tugas-tugas baru yang seluruhnya bersifat, ”manajerial”. Yang penting diantaranya ialah menghentikan kecenderungan untuk melaksanakan segala sesuatunya seorang diri saja. Tugas-tugas operasional dilaksanakan melalui upaya-upaya kelompok anggotanya
Bertitik tolak pada pandangan tersebut, maka tuntutan logisnya adalah penting adanya usaha berencana dan terkoordinir untuk meningkatkan kemampuan manajemen atau lebih umum dikenal dengan kemampuan manajerial.
Demi kelancaran pimpinan dalam menjalankan tugas pokok, maka dibutuhkan keterampilan pemimpin (skills):
1. Keterampilan konseptual (conceptual skills = C), yaitu kemampuan mental pimpinan yang mengkordinasikan kepentingan dan kegiatan menuju tercapainya tujuan organisasi secara keseluruhan.
2. Keterampilan manusiawi (human skills = H), yakni kemampuan pimpinan untuk memahami, mengadakan kerja sama mencapaian tujuan organisasi.
3. Keterampilan teknis (technical skills = T), yaitu kemampuan pimpinan untuk menggunakan peralatan, melakukan kegiatan sesuai dengan prosedurnya, dan penguasaan secara teknis di bidang yang dipimpinnya.
4. Keterampilan bersikap bijak (political skills = P), dalam arti kemampuan pimpinan untuk menempatkan diri pada jabatannya, kebijakan dalam menggunakan kewenangannya, dan dalam mengadakan hubungan yang baik.[8]
Walaupun jenis-jenis keterampilan tersebut, diperlukan oleh setiap pimpinan pada berbagai tingkatan dan jenjang dalam menciptakan manajemen yang efektif, tetapi kuantitas dan kualitas pentingnya setiap jenis keterampilan lebih banyak ditentukan oleh jenjang dan tingkatan jabatan dalam organisasi.
Dengan demikian, tingkat keterampilan (skill) yang dimiliki, tidak selalu sama antara pimpinan pada tingkat manajemen yang satu dengan keterampilan yang dimiliki pimpinan pada tingkat manajemen yang lain.
Demikian halnya Siagian, mengemukakan bahwa manajerial skill adalah keahlian menggerakkan orang lain untuk bekerja dengan baik. Jadi Kemampuan manajerial untuk menggerakkan orang lain dengan memanfaatkan sumber-sumber daya yang ada dalam pencapaian tujuan organisasi secara efektif.[9]
Berdasarkan makna tentang kepemimpinan, maka dapat dirumuskan tugas-tugas seorang pemimpin adalah sebagai berikut:
1. Mempelopori dan bertanggungjawab atas segala kepemimpinannya.
Pengertian kepeloporan dan rasa tanggung jawab menunjukkan suatu sikap, bahwa seorang pemimpin bertugas memimpin segala aktivitas dengan penuh rasa tanggungjawab terhadap kepemimpinannya. Sebab, pada pundak pemimpinlah adanya masa depan anggotanya dan secara tidak langsung juga membawa kemajuan organisasi atau lembaga kelompok.
2. Merencanakan segala kegiatan.
Prencanaan suatu kegiatan merupakan langkah menuju tersusunnya suatu program. Seorang pemimpin harus memiliki suatu perencanaan yang matang tentang program yang akan dilaksanakan. Perencanaan program erat kaitannya dengan kemampuan untuk melahirkan suatu gagasan tentang program. Sedangkan perencanaan merupakan upaya operasionalisasi program atau dalam wujud urutan kerja secara tertib.
3. Kondisi program.
Seorang pemimpin harus mampu menyusun program kerja yang sesuai dengan tujuan dari kelompok kerja organisasi yang dipimpin. Penyusunan program merupakan suatu rangkaian kegiatan yang akan dilaksanakan sesuai waktu yang direncakan. Kemampuan pemimpin dalam menyusun program kerja akan mengarah kepada suksesnya pekerjaan dengan hasil yang maksimal.
4. Evaluasi (penilaian) kerja.
Untuk mengetahui tingkat keberhasilan dari proses kepemimpinan seorang pemimpin, maka ia harus mampu mengadakan evaluasi (penilaian) dari seluruh rangkaian kegiatan yang telah dicanangkan.
Penilaian seluruh program dilaksanakan agar tujuan kelompok atau organisasi itu dapat meningkat menuju kemajuan seluruh anggotanya.
5. Membuat suatu kerja lanjutan.
Membuat kerja lanjutan dimaksudkan sebagai proses peningkatan program menuju kemajuan program yang pada akhirnya akan mencapai mutu atau kualitas kerja termasuk anggotanya. Seorang pemimpin harus mampu merencanakan dan menyusun kegiatan yang telah dilakukannya.
6. Pemimpin sebagai da’i.
Pemahaman tentang pemimpin sebagai da’i adalah terletak pada hakikat fungsional seorang pemimpin. Seorang pemimpin secara fungsional otomatis juga komunikator, sebab kegiatan pemimpin tidak lepas dari kegiatan komunikasi. Artinya, da’i pun dalam aktivitasnya cenderung untuk menjadi seorang pemimpin. Dengan demikian, dapat dipersepsikan bahwa tugas antara kepemimpinan dan tugas da’i dapat dilakukan sekaligus.[10]
2. Kepemimpinan dan Manajemen Dakwah
Dari pengertian kepemimpinan yang telah dipaparkan di atas, para ahli manajemen sepakat bahwa kepemimpinan adalah sebagai suatu konsep manajemen dalam kehidupan organisasi yang memiliki posisi sangat strategis dan merupakan gejala sosial yang selalu diterapkan dalam kehidupan kelompok. Kepemimpinan berada pada posisi yang strateis karena kepemimpinan merupakan titik sentral administrasi dari seluruh proses kegiatan organisasi. Sehingga kepemimpinan memiliki peranan sentral di dalam menentukan dinamika sumber-sumber yang ada.[11]
Disamping memiliki kedudukan yang sangat strategis, kepemimpinan juga harus dimiliki oleh orang yang menyampaikan dakwah. Karena dalam lapangan dakwah akan banyak terjadi interaksi atau kerja sama antara satu dengan lain untuk mencapai tujuan.
Sedangkan yang dimaksud dengan kepemimpinan dakwah adalah sikap kepemimpinan yang dimiliki oleh seorang da’i yang mendukung fungsinya untuk menghadapi publik dalam berbagai kondisinya. Oleh karena itu, yang dimaksud dengan kepemimpinan manajemen dakwah adalah suatu kepemimpinan yang fungsinya dan peranannya sebagai manajer suatu organisasi atau lembaga dakwah yang bertanggungjawab atas jalannya semua fungsi manajemen mulai dari planning, organizing, actuating, and controlling.[12]
Kepemimpinan sebagai konsep manajemen dakwah dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Kepemimpinan sebagai salah satu seni dalam berdakwah untuk menciptakan kesesuaian dalam mencari titik temu. Ini berarti, bahwa setiap pemimpin/manajer harus mampu bekerjsama dengan anggota organisasi tersebut guna mencapai hasil yang telah ditetapkan. Peranan pemimpin disini adalah adalah memberikan dorongan terhadap para da’i. Oleh karena, kepemimpinan adalah suatu seni bagaimana orang lain mengikuti serangkaian tindakan orang untuk mencapai tujuan.
2. Kepemimpinan sebagai suatu bentuk persuasif dan inspirasi dalam berdakwah. Dimana kepemimpianan dalam dakwah ini dimasukkan sebagai suatu kemampuan mempengaruhi umat, yang dilakukan bukan melalui paksaan melainkan melalui himbauan persuasif.
3. Kepemimpinan adalah kepribadian yang memiliki pengaruh. Dalam kepemimpinan dakwah ini sifat atau nila-nilai pribadi adalah mengacu pada akhlak Rasulullah yang merupakan sumber utama.
4. Kepemimpinan adalah tindakan dan prilaku pemimpin dalam arti digambarkan sebagai serangkaian perilaku seorang da’i yang mengarahkan kegiatan bersama.
5. Kepemimpinan merupakan titik sentral proses kegiatan dakwah. Dari sini diharapkan kepemimpinan lahir sebagai gagasan segar yang memberikan dorongan lahirnya sebuah perubahan dalam aktivitas dakwah. Maka dari itu kepemimpinan dakwah tidak dapat dipisahkan dari organisasi dakwah itu sendiri, dan menduduki posisi tertinggi dalam menentukan struktur organisasi dan suasana organisasi.
6. Kepemimpinan dakwah merupakan hubungan antara kekuatan dan kekuasaan. Kepemimpinan dalam organisasi dakwah merupakan suatu bentuk relatinship antara yang dipimpin dan yang memimpin. Dalam hal ini da’i lebih banyak mempengaruhi dari pada dipengaruhi.
7. Kepemimpinan sebagai suatu tujuan. Dalam hal ini manajer dakwah memiliki suatu program dan yang berperilaku searah bersama-sama dalam organisasi dakwah mempergunakan style tertentu sehingga kepemimpinan memiliki kekuatan yang mampu memotivasi dan mengkoordinasi dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
8. Kepemimpinan merupakan hasil dari interaksi, kepemimpinan dalam manajemen dakwah merupakan suatu proses hubungan sosial antar pribadi, dimana pihak lain mengadakan penyesuaian. Disamping merupakan suatu proses dimana terjadi interaksi saling memotivasi dalam mencapai tujuan dakwah. Kepemimpinan muncul karena proses interaksi dalam organisasi itu sendiri. Sebab kepemimpinan itu bukan merupakan sebab melainkan akibat dari perilaku dalam sebuah organisasi.
9. Kepemimpinan adalah peranan yang dibedakan. Dalam organisasi dakwah terdapat tugas yang dibebankan kepada masing-masing anggota. Kepemimpinan ini muncul akibat dari interaksi sosial dalam kehidupan organisasi karena kelebihan-kelebihan yang ia miliki dan ia angkat menjadi pemimpin. Kepemimpinan itu merupakan invitation of structure. Kepemimpinan disini tidak bisa dipandang sebagai sebuah jabatan pasif, melainkan sebuah jabatan yang harus berperan dalam suatu tindakan memenuhi pembentukan struktur dan interaksi, sebagai bagian dari proses pecahan masalah umat.[13]
Sedangkan dari sisi fungsinya sebagai pemimpin dan komunikator juga terdapat tugas mengemban misi dakwah. Dengan demikian, kedudukan pemimpin sebagai da’i jelas sekali, bahwa tugas amar ma’ruf nahi munkar adalah berada di pundak seluruh umat Islam.
Pemimpin yang ideal adalah pemimpin yang memiliki kemampuan untuk memadukan antara dimensi institusional dengan dimensi individual. Adapun karakter manajer dakwah yang ideal sebagaimana yang dikemukakan oleh Munir dan Wahyu Ilahi[14] adalah sebagai berikut:
BACA ARTKEL SELENGKAPNYA PADA LINK INI
Baca Juga Artikel MULTIKULTURALISME DALAM PENDIDIKAN ISLAM
Pemahaman tentang pemimpin sebagai da’i adalah terletak pada hakikat fungsional seorang pemimpin. Seorang pemimpin secara fungsional otomatis juga komunikator, sebab kegiatan pemimpin tidak lepas dari kegiatan komunikasi. Artinya, da’i pun dalam aktivitasnya cenderung untuk menjadi seorang pemimpin. Dengan demikian, dapat dipersepsikan bahwa tugas antara kepemimpinan dan tugas da’i dapat dilakukan sekaligus.[10]
2. Kepemimpinan dan Manajemen Dakwah
Dari pengertian kepemimpinan yang telah dipaparkan di atas, para ahli manajemen sepakat bahwa kepemimpinan adalah sebagai suatu konsep manajemen dalam kehidupan organisasi yang memiliki posisi sangat strategis dan merupakan gejala sosial yang selalu diterapkan dalam kehidupan kelompok. Kepemimpinan berada pada posisi yang strateis karena kepemimpinan merupakan titik sentral administrasi dari seluruh proses kegiatan organisasi. Sehingga kepemimpinan memiliki peranan sentral di dalam menentukan dinamika sumber-sumber yang ada.[11]
Disamping memiliki kedudukan yang sangat strategis, kepemimpinan juga harus dimiliki oleh orang yang menyampaikan dakwah. Karena dalam lapangan dakwah akan banyak terjadi interaksi atau kerja sama antara satu dengan lain untuk mencapai tujuan.
Sedangkan yang dimaksud dengan kepemimpinan dakwah adalah sikap kepemimpinan yang dimiliki oleh seorang da’i yang mendukung fungsinya untuk menghadapi publik dalam berbagai kondisinya. Oleh karena itu, yang dimaksud dengan kepemimpinan manajemen dakwah adalah suatu kepemimpinan yang fungsinya dan peranannya sebagai manajer suatu organisasi atau lembaga dakwah yang bertanggungjawab atas jalannya semua fungsi manajemen mulai dari planning, organizing, actuating, and controlling.[12]
Kepemimpinan sebagai konsep manajemen dakwah dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Kepemimpinan sebagai salah satu seni dalam berdakwah untuk menciptakan kesesuaian dalam mencari titik temu. Ini berarti, bahwa setiap pemimpin/manajer harus mampu bekerjsama dengan anggota organisasi tersebut guna mencapai hasil yang telah ditetapkan. Peranan pemimpin disini adalah adalah memberikan dorongan terhadap para da’i. Oleh karena, kepemimpinan adalah suatu seni bagaimana orang lain mengikuti serangkaian tindakan orang untuk mencapai tujuan.
2. Kepemimpinan sebagai suatu bentuk persuasif dan inspirasi dalam berdakwah. Dimana kepemimpianan dalam dakwah ini dimasukkan sebagai suatu kemampuan mempengaruhi umat, yang dilakukan bukan melalui paksaan melainkan melalui himbauan persuasif.
3. Kepemimpinan adalah kepribadian yang memiliki pengaruh. Dalam kepemimpinan dakwah ini sifat atau nila-nilai pribadi adalah mengacu pada akhlak Rasulullah yang merupakan sumber utama.
4. Kepemimpinan adalah tindakan dan prilaku pemimpin dalam arti digambarkan sebagai serangkaian perilaku seorang da’i yang mengarahkan kegiatan bersama.
5. Kepemimpinan merupakan titik sentral proses kegiatan dakwah. Dari sini diharapkan kepemimpinan lahir sebagai gagasan segar yang memberikan dorongan lahirnya sebuah perubahan dalam aktivitas dakwah. Maka dari itu kepemimpinan dakwah tidak dapat dipisahkan dari organisasi dakwah itu sendiri, dan menduduki posisi tertinggi dalam menentukan struktur organisasi dan suasana organisasi.
6. Kepemimpinan dakwah merupakan hubungan antara kekuatan dan kekuasaan. Kepemimpinan dalam organisasi dakwah merupakan suatu bentuk relatinship antara yang dipimpin dan yang memimpin. Dalam hal ini da’i lebih banyak mempengaruhi dari pada dipengaruhi.
7. Kepemimpinan sebagai suatu tujuan. Dalam hal ini manajer dakwah memiliki suatu program dan yang berperilaku searah bersama-sama dalam organisasi dakwah mempergunakan style tertentu sehingga kepemimpinan memiliki kekuatan yang mampu memotivasi dan mengkoordinasi dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
8. Kepemimpinan merupakan hasil dari interaksi, kepemimpinan dalam manajemen dakwah merupakan suatu proses hubungan sosial antar pribadi, dimana pihak lain mengadakan penyesuaian. Disamping merupakan suatu proses dimana terjadi interaksi saling memotivasi dalam mencapai tujuan dakwah. Kepemimpinan muncul karena proses interaksi dalam organisasi itu sendiri. Sebab kepemimpinan itu bukan merupakan sebab melainkan akibat dari perilaku dalam sebuah organisasi.
9. Kepemimpinan adalah peranan yang dibedakan. Dalam organisasi dakwah terdapat tugas yang dibebankan kepada masing-masing anggota. Kepemimpinan ini muncul akibat dari interaksi sosial dalam kehidupan organisasi karena kelebihan-kelebihan yang ia miliki dan ia angkat menjadi pemimpin. Kepemimpinan itu merupakan invitation of structure. Kepemimpinan disini tidak bisa dipandang sebagai sebuah jabatan pasif, melainkan sebuah jabatan yang harus berperan dalam suatu tindakan memenuhi pembentukan struktur dan interaksi, sebagai bagian dari proses pecahan masalah umat.[13]
Sedangkan dari sisi fungsinya sebagai pemimpin dan komunikator juga terdapat tugas mengemban misi dakwah. Dengan demikian, kedudukan pemimpin sebagai da’i jelas sekali, bahwa tugas amar ma’ruf nahi munkar adalah berada di pundak seluruh umat Islam.
Pemimpin yang ideal adalah pemimpin yang memiliki kemampuan untuk memadukan antara dimensi institusional dengan dimensi individual. Adapun karakter manajer dakwah yang ideal sebagaimana yang dikemukakan oleh Munir dan Wahyu Ilahi[14] adalah sebagai berikut:
BACA ARTKEL SELENGKAPNYA PADA LINK INI
Baca Juga Artikel MULTIKULTURALISME DALAM PENDIDIKAN ISLAM
-------------------------------------------------
[1]Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Cet. IV; Jakarta: Balai Pustaka, 1989), h.684.
[2]Inu Kencana Syafiie, Alquran dan Ilmu Administrasi (Cet. I; Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2000), h.72
[3] Ibid, 73-74
[4] Bintoro Tjokroamidjojo, Pengantar Administrasi Pembangunan (Jakarta: LP3ES, 1974), h. 110.
[5] Ngalim Purwanto, Administrasi dan Super Visi Pendidikan (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1987), h. 26
[6]Miftah Thohah, Kepemimpinan Dalam Manajemen, Suatu Pendekatan Prilaku (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1995), 123
[7]Burhanuddin, Analisis Administrasi Manajemen dan Kepemimpinan Pendidikan (Jakarta: Bumi Aksara, 1994), 111
[8]Katz dan Mintzberg dalam Ibnu Syamsi, Pokok-Pokok Organisasi dan Manajemen. (Cet. III; Jakarta: PT. Renika Cipta, 1994), h. 64.
[9]S. P. Siagian, Manajemen Sumber Daya Manusia (Cet. IV; Jakarta: Bumi Aksara, 2001) h. 36
[10] Bachri Ghozali, Dakwah Komunikatif; Membangun Kerangka Dasar Ilmu Komunikasi Dakwah, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1987), h.36
[11] Wahjosumidjo, kepemimpinan dan Motivasi, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1993), h.21
[12] Zaini Muhtarom, Dasar-dasar Manajemen Dakwah, (Jakarta: al-Amin, 1996), h.74
[13] M. Munir dan Wahyu Ilahi, Manajemen Dakwah (Cet. II; Jakarta: Kencana, 2009), h.221-222
[14] h. Ibid, h. 234-238
[2]Inu Kencana Syafiie, Alquran dan Ilmu Administrasi (Cet. I; Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2000), h.72
[3] Ibid, 73-74
[4] Bintoro Tjokroamidjojo, Pengantar Administrasi Pembangunan (Jakarta: LP3ES, 1974), h. 110.
[5] Ngalim Purwanto, Administrasi dan Super Visi Pendidikan (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1987), h. 26
[6]Miftah Thohah, Kepemimpinan Dalam Manajemen, Suatu Pendekatan Prilaku (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1995), 123
[7]Burhanuddin, Analisis Administrasi Manajemen dan Kepemimpinan Pendidikan (Jakarta: Bumi Aksara, 1994), 111
[8]Katz dan Mintzberg dalam Ibnu Syamsi, Pokok-Pokok Organisasi dan Manajemen. (Cet. III; Jakarta: PT. Renika Cipta, 1994), h. 64.
[9]S. P. Siagian, Manajemen Sumber Daya Manusia (Cet. IV; Jakarta: Bumi Aksara, 2001) h. 36
[10] Bachri Ghozali, Dakwah Komunikatif; Membangun Kerangka Dasar Ilmu Komunikasi Dakwah, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1987), h.36
[11] Wahjosumidjo, kepemimpinan dan Motivasi, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1993), h.21
[12] Zaini Muhtarom, Dasar-dasar Manajemen Dakwah, (Jakarta: al-Amin, 1996), h.74
[13] M. Munir dan Wahyu Ilahi, Manajemen Dakwah (Cet. II; Jakarta: Kencana, 2009), h.221-222
[14] h. Ibid, h. 234-238
0 komentar:
Post a Comment