I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Negara
Amerika, dan terutama negara-negara Barat lainnya boleh kita akui
sampai saat ini merupakan negara adidaya, adikuasa atau pun super power,
dengan berbagai macam kemajuan yang dicapai selama kurang lebih tiga
abad terakhir. Kemajuan yang dimiliki Amerika memang bisa diakui menjadi
poros negara belahan dunia untuk mengkaji dan mengikuti teori yang
selama ini dijadikan acuan oleh negara adidaya tersebut. Mengapa Amerika
yang disinggung? Karena filsafat pragmatisme lahir dan berkembang satu
abad yang lalu di Amerika dan di klaim sebagai filsafat khas Amerika.
Kemajuan yang dicapai Amerika dari beberapa segi tidak terlepas dari
pengaruh filsafat pragmatisme yang di amininya selama ini.
Pragmatisme
merupakan gerakan filsafat Amerika yang mulai terkenal selama satu abad
terakhir. Aliran filsafat ini merupakan suatu sikap, metode dan
filsafat yang memakai akibat-akibat praktis dari pikiran dan kepercayaan
sebagai ukuran untuk menetapkan nilai kebenaran.
Pragmatisme
sudah banyak dibicarakan oleh para penulis, baik dilihat sebagai aliran
pemikiran filsafat, maupun sebagai strategi pemecahaan masalah yang
bersifat praktis. Pragmatisme juga dikenal sebagai sikap dan metode yang
lebih menekankan pada akibat dan kegunaan setiap konsep atau gagasan
daripada berputar-putar dengan masalah metafisis-filosofis. Sehingga
paham ini memiliki karakteristik yang membedakannya dari paham-paham
lainnya. Respons terhadap paham ini bermacam-macam. Banyak yang
mendukung dan banyak pula yang menentangnya. Kesan negatif terhadap
paham ini muncul antara lain karena paham ini dinilai enggan dengan
kerewelan (perdebatan) filosofis yang tiada henti, enggan mendiskusikan
asumsi-asumsi dasar, persepsi dan nilai-nilai yang mendasar, dan
cenderung langsung turun pada perencanaan praktis.
[1]
Meskipun
demikian, dilihat dari sisi yang lain, pragmatisme dinilai positif,
karena dapat membawa teori ke medan praktis, berupaya menurunkan
filsafat ke tanah (membumi) dan menghadapi masalah-masalah yang hidup
sekarang. Dengan ungkapan lain, pragmatisme berusaha untuk membumikan
filsafat agar dapat digunakan untuk memecahkan masalah keseharian di
sekitar kita, sebagaimana dikemukakan oleh Dewey, bahwa filsafat
pragmatisme bertujuan untuk memperbaiki kehidupan manusia serta
aktivitasnya untuk memenuhi kebutuhan manusiawi.
[2]
Aksiologi
sebagai bagian penting lainnya dari filsafat berbicara tentang hakekat
nilai, baik nilai etis maupun nilai estetis, yang jika dikaitkan dengan
filsafat pragmatisme tentu akan menghasilkan tanda tanya akan nilai dari
filsafat pragmatisme yang menjadi nilai tersendiri yang dapat
dipercayai. Pakar filsafat pendidikan Islam seperti Syed Naquib al-Attas
menyatakan bahwa ilmu pengetahuan modern tidak bebas nilai, ia netral
sebab dipengaruhi oleh pandangan-pandangan keagamaan, kebudayaan, dan
filsafat. Oleh karena itu umat Islam perlu mengislamisasikan ilmu.
[3]
Pernyataan al-Attas tersebut bahwa ilmu bebas nilai mengindikasikan
adanya aksiologi, yakni pertimbangan nilai dalam ilmu pengetahuan. Ilmu
apapun namanya, jika ia diletakkan dalam wadah yang islami, maka ilmu
tersebut adalah “ilmu Islam” dan di luar itu tidak islami.
------------------------------------------------------
[1]
Oesman dan Alfian. Pancasila sebagai Ideologi dalam Berbagai Bidang
Kehidupan Bermasyarakat, Berbangsa, dan Bernegara. Jakarta: Penerbit BP 7
Pusat, 1990. h. 57
[2]
Titus, H. et.al. Dialihbahasakan oleh H.M. Rasjidi. Persoalan-persoalan
Filsafat. Jakarta: Penerbit Bulan Bintang, 1984. h. 353
[3]
Wan Mohd. Nor Wan Daud, The Educational Philosophy and Practice of Syed
Muhammad Naquib al-Attas, diterjemahkan oleh Hamid Fahmi, et. alldengan
judul Filsafat dan Praktik Pendidi-kan Islam Syed M. Naquib al-Attas
(Cet. I; Bandung: Mizan, 2003), h. 317.
Download Makalah Lengkap ini Di
SINI File Rar